Rabu, 22 Desember 2010

*Palembang Berbenahlah Mulai sekarang*

Palembang, Berbenahlah sejak Sekarang
 
 
KOMPAS/EDDY HASBI
Kawasan Seberang Ulu yang berada di tepian Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (25/2/2010).
Oleh Jannes Eudes Wawa

Rouen, sebuah kota di Perancis utara, pada tahun 1990-an dilanda kemacetan lalu lintas. Mobilitas masyarakat semakin terganggu. Warga setempat pun mulai panik, gelisah, dan jengkel. Hampir tiap hari mereka meminta pemerintah setempat untuk segera melakukan langkah-langkah nyata guna mengurai kemacetan yang kian menyebalkan.
Pemerintah kota setempat pun tidak tinggal diam. Sejumlah rencana dilakukan, antara lain melakukan pelebaran badan jalan, peningkatan pengendalian lalu lintas secara ketat, dan pembatasan usia kendaraan. Akan tetapi, semua program yang dikerjakan sama sekali tidak mampu menyelesaikan masalah kemacetan.
Sebaliknya, hari demi hari, pertumbuhan kendaraan bermotor di kota itu terus meningkat. Hampir setiap rumah memiliki kendaraan pribadi sebab dinilai paling aman dan nyaman digunakan untuk bepergian. Kondisi tersebut memicu kemacetan yang semakin parah. Masyarakat pun makin tidak puas dengan kinerja pemerintahannya yang dinilai gagal.
Di tengah kegelisahan masyarakat setempat, pada pertengahan tahun 1997, kota kecil tersebut menggelar pemilihan kepala daerah. Ada dua orang tampil menjadi calon, yakni pejabat lama wali kota dan satunya lagi politisi setempat.
Dalam kampanyenya, sang calon yang baru menawarkan program pembenahan transportasi massal. Kepada pemilih setempat, dia berjanji, jika terpilih menjadi wali kota Rouen, paling lama tiga tahun, dirinya sudah membangun jaringan kereta api sekitar 15 kilometer yang aman dan nyaman.
Sehari setelah janji itu terucapkan, sebuah lembaga swasta melakukan survei kepada pemilih untuk mengukur respons masyarakat. Sebagian besar responden menyambut gembira gagasan itu dan mereka menyatakan akan memilih calon tersebut dalam pemilihan umum.
Melihat itu, calon lain yang juga pejabat lama langsung panik. Dalam kampanye hari-hari selanjutnya, dia pun berjanji membangunkan jaringan kereta api sebagai satu-satunya pilihan untuk mengurai kemacetan di kota itu. Bahkan, dia meyakinkan akan mampu menuntaskan pembangunan tersebut paling lama 1,5 tahun.
Mengingat tawaran untuk mengatasi kemacetan dalam waktu yang lebih pendek, pemilih pun akhirnya menjatuhkan pilihan kepada pejabat lama. Ia kemudian keluar sebagai pemenang dan menaati janjinya membangun jaringan kereta api.
"Kini, kemacetan di Kota Rouen sudah terurai. Warga setempat pun hidup lebih aman, tenang, dan nyaman. Mereka bisa bepergian ke mana saja dengan menggunakan kereta api. Kota ini pun jadi lebih sehat sebab kereta api termasuk angkutan yang bebas polusi," kata Taufik Hidayat, peneliti perkeretaapian pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang beberapa waktu lalu pernah berkunjung ke Rouen.

Mulai macet
Apa yang terjadi di Kota Rouen itu sebetulnya layak ditiru Palembang. Kota ini pun hari demi hari semakin dipadati manusia. Mereka datang dari wilayah penyangga, daerah lain di dalam Sumatera Selatan, bahkan dari daerah lain di luar Sumsel. Kaum migran tersebut menekuni berbagai profesi, seperti buruh, pedagang kaki lima, karyawan swasta, dan mahasiswa.
Akibatnya, suasana di Kota Palembang yang berpenduduk 1,6 juta jiwa tersebut makin padat. Kepadatan itu tidak semata pada permukiman, tetapi juga di jalan raya. Arus lalu lintas mulai timbul kemacetan di berbagai titik.
Hingga awal Desember 2010, misalnya, setidaknya terdapat 10 titik kemacetan parah di Kota Palembang. Itu tersebar, antara lain, di Simpang Patal, Simpang Plaju-Jakabaring, Simpang Tiga Demang Lebar Daun, kawasan Radial, Simpang 26 Ilir, Simpang Rajawali, Jalan Bangau, Simpang RS Charitas, dan Bundaran Air Mancur.
Kemacetan itu terjadi karena ada ketimpangan antara pertumbuhan kendaraan bermotor dan pembangunan jalan raya. Volume kendaraan meningkat 20 persen per tahun. Sebaliknya, ruas jalan yang ditambah lebih kurang 5 persen per tahun. Bahkan, ketimpangan tersebut bakal terus melebar setiap tahun sebab permintaan kendaraan bermotor cenderung bertambah, sedangkan penyediaan ruas jalan baru berpeluang sangat minim sebab ruang yang makin sempit.
Pengalaman di berbagai kota lain di dunia, termasuk juga di Indonesia, selalu menunjukkan fakta seperti itu. Palembang pun secara perlahan tetapi pasti mulai bergerak menuju kondisi kota yang padat dan macet. Bukan tidak mungkin pada 10 atau 15 tahun mendatang, kemacetan bakal lebih parah dan semakin sulit terurai, seperti yang sedang menimpa Jakarta.
Sejumlah gagasan mulai digulirkan sebagai antisipasi terhadap kemungkinan buruk tersebut. Dinas Perhubungan Kota Palembang, misalnya, sedang mempertimbangkan pemberlakuan sistem pelat nomor ganjil-genap, seperti yang diterapkan di Singapura, yang disebut-sebut dapat menekan kemacetan.
"Sistem pelat ganjil-genap maksudnya, kendaraan berpelat ganjil dioperasikan bergantian dengan pelat genap. Jedanya satu hari," kata Kepala Bidang Transportasi Darat dan Kereta Api Dinas Perhubungan Kota Palembang Agus Supriyanto.

Siapkan kereta api
Akan tetapi, penanganan kemacetan lalu lintas di kota besar hanya bisa efektif jika didukung oleh pengoperasian transportasi massal, terutama kereta api. Angkutan massal itu harus didesain khusus, bersih, memiliki jaringan yang terhubungkan dengan berbagai lokasi strategis, seperti perkantoran, dan pusat perbelanjaan, serta memiliki jadwal perjalanan yang pasti. Kelebihan itu dapat menarik pengguna kendaraan pribadi menjadikan kereta api kota sebagai pilihan utama untuk perjalanan ke kantor atau tempat lainnya di dalam kota.
"Jangan seperti angkutan transjakarta atau transmusi. Angkutan ini hanya mengalihkan para pengguna angkutan kota, bus kota, serta metromini, dan bukan pengguna kendaraan pribadi. Hasilnya, kemacetan lalu lintas di Jakarta atau Palembang tidak pernah teratasi. Malah yang terjadi kemacetan bertambah parah," kata Taufik Hidayat.
Itu sebabnya, Taufik mengusulkan mulai didesain angkutan kereta api di Kota Palembang. Desain itu meliputi jalur rel dalam kota, lokasi yang dilewati baik di atas permukaan tanah maupun di bawah tanah, dan lokasi-lokasi yang dijadikan stasiun. Langkah ini penting dilakukan sejak dini agar kota ini lebih antisipatif terhadap kemajuan dan pertumbuhan yang bakal terjadi pada beberapa tahun mendatang.
"Melihat perkembangan Palembang selama ini, maka kota ini sesungguhnya telah berada di jalur menuju kota besar. Masalah terbesar di setiap kota besar adalah kemacetan lalu lintas akibat membeludaknya orang mencari hidup di kota itu. Hal itu terjadi karena adanya pengabaian terhadap angkutan kereta api dalam kota. Karena itu, Palembang harus lebih dini berbenah, mumpung banyak ruang yang longgar agar nantinya tidak mengulangi kesalahan yang telah terjadi di kota lain," ujar Taufik.
Anjuran ini sungguh benar. Sebuah kota besar dinilai sehat bukan dengan memperbanyak angkutan kota, melainkan menyediakan angkutan kereta api bagi warga kota dan kawasan penyangga yang aman, nyaman, bersih, dan terkoneksi dengan tempat-tempat strategis. Palembang pun perlu mulai menyiapkan diri ke arah itu jika tidak ingin kelak menjadi kota yang sakit, rumit, dan keras.
Kompas Cetak
Sumber :
by : DirMa Hayyu :)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar